Investor dinilai perlu strategi adaptif imbas ketidakpastian global

Proyeksi MAMI untuk BI Rate sampai akhir tahun adalah di kisaran 5,25-5,50 persen
Jakarta (INFOSELEB) – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai para investor perlu mempersiapkan strategi yang adaptif mengikuti adanya ketidakpastian global yang meningkat akibat perang tarif, volatilitas pasar finansial, dan kebijakan moneter yang belum menentu.
Di tengah tekanan eksternal ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sorotan utama. Investment Specialist MAMI Dimas Ardhinugraha menilai bahwa kebijakan pemerintah saat ini berupaya menjaga keseimbangan antara menopang pertumbuhan jangka pendek melalui konsumsi dan memastikan keberlanjutan ekonomi jangka panjang melalui investasi.
“Konsumsi domestik dalam kondisi yang lemah, tercermin dari kontribusi konsumsi terhadap PDB Indonesia sebelum pandemi berada di kisaran 55-58 persen, dan saat ini di kisaran 54 persen. Pemulihan ekonomi pasca pandemi yang tidak merata menjadi salah satu penyebab pelemahan konsumsi dan mengancam pertumbuhan ekonomi jangka pendek,” ujar Dimas di Jakarta, Rabu.
Pemerintah telah mengadopsi berbagai kebijakan populis untuk menopang konsumsi, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), kenaikan upah minimum regional (UMR), kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), serta pembatalan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN).
Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan dorongan cepat bagi ekonomi nasional mengingat proporsi konsumsi dalam pendapatan masyarakat Indonesia tergolong tinggi, mencapai 74 persen.
Namun, di tengah upaya mendorong konsumsi, Dimas menilai investasi tetap menjadi prioritas jangka panjang untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan investasi sebesar 8 persen agar dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah pembentukan Danantara, yang disinyalir mampu mengoptimalkan pengelolaan aset negara meskipun masih ada ketidakpastian mengenai transparansi pengelolaannya.
Kemudian, di sektor pasar keuangan, ketidakpastian global memicu tekanan pada pasar saham Indonesia yang mengalami penurunan tajam, sementara pasar obligasi tetap menunjukkan ketahanan.
Dimas memandang stabilitas nilai tukar dan pelonggaran likuiditas menjadi faktor kunci dalam memulihkan kepercayaan investor.
“Secara historis, pasar saham cenderung mencatat kinerja positif saat nilai tukar rupiah stabil atau menguat, serta kondisi likuiditas melonggar,” ujarnya.
Meskipun demikian, pasar obligasi menunjukkan daya tarik yang meningkat bagi investor asing, terutama karena kebijakan Bank Indonesia (BI) yang tetap membuka ruang pemangkasan suku bunga.
Dimas menjelaskan bahwa penurunan imbal hasil Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menjadi faktor yang mendorong investor kembali melirik Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen investasi.
“Namun tidak bisa dipungkiri, risiko tetap ada dipengaruhi dinamika pasar global yang tinggi serta persepsi pasar terhadap kebijakan domestik menjadi faktor yang dapat mempengaruhi sentimen pasar. Untuk menyikapi kondisi ini, menurut kami investor harus memiliki portofolio investasi yang terdiversifikasi guna meminimalisir tingkat risiko, namun dapat tetap
Di sisi eksternal, kebijakan tarif yang diumumkan Amerika Serikat (AS) menambah tantangan bagi ekonomi global.
Pengenaan tarif 25 persen terhadap baja Indonesia ke AS dinilai memiliki dampak langsung yang terbatas, mengingat ekspor baja hanya mencakup 0,07 persen dari total ekspor Indonesia.
Namun, risiko tidak langsung dari perlambatan perdagangan global tetap menjadi perhatian utama.
“Saat ini kami menyimpulkan, risiko tarif tetap ada walaupun minim, dan yang harus kita lebih sikapi adalah risiko tidak langsung yang timbul dari potensi penurunan perdagangan global dan permintaan ekspor dari Indonesia, serta kenaikan harga barang-barang impor secara umum,” tuturnya.
Lebih lanjut, Dimas menyoroti arah kebijakan moneter The Fed dan BI yang masih bersikap hati-hati dalam menurunkan suku bunga.
The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin tahun ini, sementara BI tetap menjaga keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi.
“Proyeksi MAMI untuk BI Rate sampai akhir tahun adalah di kisaran 5,25-5,50 persen,” ungkapnya.
Pewarta: Bayu Saputra