Benarkah anak wajib menafkahi orang tuanya di usia senja? Ini hukumnya

Jakarta (INFOSELEB) – Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk dalam hal pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak. Sejak kecil, anak dibesarkan dengan penuh kasih sayang, bahkan tak jarang orang tua mengorbankan waktu, tenaga, dan materi demi masa depan anak.
Namun, ketika usia mulai menua dan mereka tak lagi aktif seperti dulu, muncul pertanyaan: apakah anak berkewajiban menafkahi orang tuanya saat di usia senja? Secara moral dan budaya, banyak masyarakat yang meyakini bahwa sudah menjadi tanggung jawab anak untuk membalas budi dan merawat orang tua di hari tua.
Namun, di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa menafkahi orang tua bukanlah sebuah kewajiban, melainkan bentuk kepedulian dan kasih sayang yang dilakukan dengan tulus.
Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan hukum dalam agama Islam mengenai hal ini? Simak penjelasannya berikut ini, berdasarkan rangkuman berbagai sumber.
Melansir situs Nu
Kewajiban ini tidak hanya berlaku saat mereka masih hidup, tetapi juga setelah mereka wafat.Salah satu bentuk bakti kepada orang tua adalah dengan memberikan nafkah, terutama dalam hal kebutuhan pokok seperti makanan.
Kewajiban ini berlaku selama seorang anak memiliki kemampuan untuk menafkahi orang tuanya. Dengan kata lain, selama anak mampu, ia dianjurkan untuk memberikan dukungan finansial kepada orang tuanya sebagai bentuk rasa hormat dan balas budi atas segala pengorbanan yang telah mereka berikan.
Artinya: “Anak memiliki kewajiban menafkahi kedua orang tuanya dengan syarat tertentu, salah satunya adalah memiliki kelapangan rezeki. Kelapangan rezeki ini ditentukan oleh adanya kelebihan harta setelah anak tersebut memenuhi kebutuhan makanan pokok dirinya, istri, dan anak-anaknya dalam sehari-semalam. Jika masih terdapat kelebihan harta, maka nafkah tersebut dapat diberikan kepada kedua orang tua. Namun, apabila anak tidak memiliki kelebihan harta dan berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, maka ia tidak memiliki kewajiban untuk menafkahi orang tuanya karena keterbatasan rezeki yang dialaminya.”(Lihat Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2001 M/1422 H, halaman 577).
Namun, tidak semua orang tua membutuhkan nafkah dari anaknya. Hanya orang tua yang memenuhi dua syarat sebagai
Dalam hadis tersebut, diantara memiliki arti. Adapun orang tua berhak mendapatkan nafkah dari anaknya jika memenuhi salah satu dari dua syarat.
• Syarat pertama, mereka berada dalam kondisi fakir dan mengalami penyakit kronis atau tertimpa musibah yang menghalangi mereka untuk bekerja.
• Syarat kedua, mereka fakir dan mengalami gangguan mental yang membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-nya sendiri.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa anak tidak wajib menafkahi orang tua yang masih fakir namun sehat atau memiliki akal yang masih baik, selama mereka masih bisa bekerja dan memiliki penghasilan.
Sebab, kemampuan untuk bekerja dianggap setara dengan kepemilikan harta. Namun, jika mereka tidak memiliki pekerjaan atau sumber penghasilan, maka anak wajib menafkahi mereka, sebagaimana pendapat yang lebih kuat dalam kitab Raudhah dan Minhaj.
Selain itu, Islam mengajarkan anak untuk memperlakukan orang tua dengan baik. Salah satu bentuk perilaku yang tidak termasuk dalam kategori berbakti adalah membiarkan orang tua yang sudah lanjut usia atau kakek-nenek tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. (Muhammad bin Ahmad As-Syarbini, Al-Iqna’ pada Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1996 M/1417 H, juz IV, halaman 439-440).
Secara rinci orang tua yang berhak menerima nafkah dari anaknya adalah mereka yang berada dalam kondisi tidak mampu secara finansial, tidak sehat, atau mengalami gangguan mental.
Hadis tersebut merupakan, pandangan KH Afifuddin Muhajir dalam Fathul Mujibil Qarib (Situbondo, Al-Maktabah Al-As‘adiyah, cetakan pertama, 2014 M/1434 H, halaman 169), orang tua berhak menerima nafkah dari anaknya apabila memenuhi salah satu dari dua syarat berikut:
• Pertama, mereka dalam kondisi fakir dan menderita penyakit kronis. Jika seseorang menderita penyakit kronis tetapi memiliki kekayaan, atau sebaliknya, fakir namun masih sehat dan kuat, maka mereka tidak berhak menerima nafkah dari anaknya.
• Kedua, mereka berada dalam kondisi fakir dan mengalami gangguan mental. Jika seseorang mengalami gangguan mental tetapi memiliki kekayaan, atau fakir namun masih memiliki akal yang sehat, maka mereka juga tidak wajib dinafkahi oleh anaknya.
Jadi hukum seorang anak yang wajib menafkahi orang tuanya memiliki syarat tertentu. Jika orang tua dalam kondisi fakir dan tidak dapat bekerja akibat masalah kesehatan atau gangguan mental, maka anak hukumnya wajib memberikan nafkah selama ia memiliki kelapangan rezeki
Namun, jika anak tidak memiliki kelebihan harta setelah memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, maka ia hukumnya tidak berkewajiban menafkahi orang tua. Meskipun begitu, berbakti kepada orang tua tetap menjadi keharusan bagi setiap anak, baik dalam bentuk dukungan finansial, perhatian, maupun bantuan lain sesuai kemampuannya, tanpa harus membebani diri dengan jumlah nafkah tertentu secara rutin.
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus