Muncul tanpa gejala, Glaukoma perlu deteksi dini guna cegah kebutaan

Jakarta (INFOSELEB) – Konsultan oftalmologi Jakarta Eye Center (JEC) Eye Hospitals and Clinics dr. Iwan Soebijantoro menganjurkan perlunya deteksi dini untuk mengantisipasi glaukoma yang dapat berdampak pada kebutaan lantaran glukoma muncul tanpa gejala.
Glaukoma adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan di dalam bola mata yang merusak saraf optik, sehingga mengakibatkan terjadi penurunan fungsi penglihatan.
“Glaukoma merupakan penyakit mata yang sering kali berkembang tanpa gejala di tahap awal, sehingga banyak penderita baru menyadari ketika sudah mengalami gangguan penglihatan yang permanen, sehingga perlu deteksi dini,” kata Iwan kepada wartawan dalam rangka “World Glaucoma Week 2025” di Jakarta, Kamis.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, dari 39 juta kasus kebutaan di dunia, sebanyak 3,2 juta disebabkan oleh glaukoma dan prevalensi glaukoma mencapai 0,46 persen, atau sekitar 4 hingga 5 orang per 1.000 penduduk.
Iwan mengatakan bahwa sekitar 80 persen kasus glaukoma tidak memiliki gejala, sehingga banyak pasien yang baru terdiagnosis secara tidak sengaja saat menjalani pemeriksaan kesehatan mata rutin.
“Namun, dalam kasus glaukoma akut, gejala seperti sakit kepala hebat, pandangan tiba-tiba kabur, mual, muntah, dan nyeri mata intens dapat muncul,” kata dia.
Dalam kondisi ini, lanjut dia, pasien hanya memiliki waktu 2 x 24 jam untuk menurunkan tekanan bola mata sebelum kerusakan menjadi permanen.
“Makanya, pemeriksaan mata berkala sangat dianjurkan, terutama bagi individu dengan faktor risiko seperti usia di atas 40 tahun, riwayat keluarga dengan glaukoma, diabetes, atau tekanan bola mata tinggi,” ujarnya.
Kendati penyakit glaukoma tidak dapat disembuhkan, namun penanganan penyakit ini tetap dapat dilakukan untuk memperlambat dampak buruk penglihatannya.
Sementara itu, Head of Glaucoma Service JEC Eye Hospitals and Clinics dr. Widya Artini Wiyogo, mengatakan, teknologi modern dalam deteksi dini glaukoma, memungkinkan diagnosis lebih cepat dan akurat.
Adapun beberapa teknologi yang digunakan meliputi Optical Coherence Tomography (OCT), yakni Pemindaian non-invasif yang menampilkan ketebalan saraf optik guna mendeteksi tanda-tanda awal glaukoma.
Kemudian, tes lapangan penglihatan (Perimetri) yakni pemeriksaan untuk mengidentifikasi kehilangan penglihatan perifer, gejala khas glukoma.
Selanjutnya, Tonometri Non-Kontak (Air Puff Test) and Goldmann Applanation Tonometry yakni teknik modern untuk mengukur tekanan bola mata dengan lebih akurat.
Serta gonioskopi, yakni pemeriksaan untuk menilai sudut drainase mata guna menentukan jenis glaukoma yang diderita pasien.
“Sebagai salah satu jaringan rumah sakit mata terkemuka di Indonesia, JEC berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan mata. Melalui kampanye edukatif dan fasilitas pemeriksaan yang lengkap, JEC berharap dapat membantu lebih banyak masyarakat dalam mendeteksi dan mengelola glaukoma lebih awal,” paparnya.
Sebagai bagian dari upaya ini, JEC juga membuka tahap kedua program CSR untuk operasi implan glaukoma gratis bagi 100 pasien.
Operasi gratis ini dilaksanakan di hampir seluruh cabang JEC di Indonesia, memberikan kesempatan bagi pasien dengan keterbatasan akses untuk mendapatkan pengobatan yang efektif guna mencegah kebutaan akibat glaukoma.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur