Hoaks! Kasus korupsi PT Antam rugikan negara hingga Rp5,9 kuadraliun

Jakarta (INFOSELEB/JACX) – Sebuah unggahan di Instagram menarasikan kasus korupsi PT Antam mencapai Rp5,9 kuadraliun.
Berikut narasi dalam unggahan tersebut:
Namun, benarkah kasus korupsi PT Antam merugikan negara hingga Rp5,9 kuadraliun?
Dilansir dari
Enam orang mantan pejabat Antam tersebut meliputi Vice President (VP) Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam periode 2008–2011 Tutik Kustiningsih, VP UBPP LM Antam periode 2011–2013 Herman, serta Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013–2017 Dody Martimbang.
Kemudian, General Manager (GM) UBPP LM Antam periode 2017–2019 Abdul Hadi Aviciena, GM UBPP LM Antam periode 2019–2020 Muhammad Abi Anwar, serta GM UBPP LM Antam periode 2021–2022 Iwan Dahlan.
JPU menuturkan perbuatan enam orang mantan pejabat Antam tersebut dilakukan bersama-sama tujuh orang terdakwa pihak swasta selaku pelanggan jasa pemurnian dan jasa peleburan emas yang disidangkan secara terpisah.
Tujuh orang terdakwa dimaksud, yakni Lindawati Efendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian Rp3,31 triliun karena perbuatan tersebut telah memperkaya beberapa pihak, yakni Lindawati senilai Rp616,94 miliar, Suryadi Lukmantara sebesar Rp444,93 miliar, Suryadi Jonathan sebanyak Rp343,41 miliar, serta James sebesar Rp119,27 miliar.
Lalu, memperkaya Djuju sebesar Rp43,33 miliar, Ho senilai Rp35,46 miliar, Gluria sebanyak Rp2,07 miliar, serta pihak pelanggan lainnya (perorangan, toko emas, perusahaan) non-kontrak karya sebesar Rp1,7 triliun.
Kronologi kasus penyalahgunaan merek atau yang kerap disebut “pemalsuan emas” PT Antam itu bermula sejak tahun 2010 hingga 2022. Dalam rentang waktu tersebut, terjadi kerja sama pengolahan emas cucian dan jasa lebur emas dengan sejumlah pihak swasta yang dilakukan tanpa izin resmi dari manajemen Antam. Emas-emas yang dipasok oleh pihak luar tersebut kemudian dicap secara ilegal dengan logo LM (Logam Mulia) milik PT Antam, meski emas tersebut bukan berasal dari produksi resmi Antam.
Proses pembubuhan logo Antam pada emas ini semestinya harus melalui prosedur resmi seperti kontrak kerja, izin dari direksi, serta perhitungan biaya tertentu, karena merek LM merupakan hak eksklusif yang dimiliki perusahaan. Namun, dalam praktiknya, emas pihak swasta justru diberi cap Antam secara sembarangan, tanpa uji kelayakan, kajian risiko, atau verifikasi asal-usul bahan bakunya.
Sebanyak 109 ton emas berlogo Antam secara ilegal tersebut beredar di pasaran, bercampur dengan produk resmi PT Antam. Meski emas ilegal itu dipastikan asli secara kualitas, pencantuman merek Antam secara tidak sah ini menimbulkan kelebihan pasokan di pasar. Dampaknya adalah penurunan harga produk resmi Antam yang menyebabkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.
Kejaksaan Agung pun turun tangan melakukan penyelidikan dan memastikan bahwa emas yang beredar ilegal tersebut asli, tetapi sumber perolehannya masih dalam tahap penyidikan lebih lanjut. Manajemen PT Antam sendiri telah menegaskan bahwa kasus ini bukanlah pemalsuan kualitas emas, melainkan penyalahgunaan merek yang berpengaruh pada nilai jual produk resmi perusahaan. Antam juga memastikan bahwa produk resminya selalu dilengkapi sertifikat asli dan diproduksi di pabrik berstandar internasional yang tersertifikasi London Bullion Market Association (LBMA), sehingga pelanggan tidak perlu meragukan keaslian produk yang beredar secara resmi di masyarakat.
Pewarta: Tim JACX