Konsorsium Perguruan Tinggi dibentuk untuk mengentaskan stunting di NTT.

…Pelaksanaan MBG di NTT juga akan fokus dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui, balita non-PAUD dengan kolaborasi. Kami mengerahkan para Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan para Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Jakarta (INFOSELEB) – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) serta berbagai universitas untuk membentuk Konsorsium Perguruan Tinggi (KPT) dalam rangka mengentaskan stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Kemendukbangga/BKKBN akan terus berjuang menurunkan jumlah anak stunting khususnya di NTT yang angka prevalensinya tinggi, dan Provinsi Jawa Barat dengan jumlah anak stunting terbanyak. Kami membuka ruang kerja bagi pelaksanaan aksi KPT untuk mendukungnya,” kata Mendukbangga/Kepala BKKBN Wihaji saat menyambut kunjungan Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena di Jakarta, Sabtu.
Wihaji menegaskan, sebagai tindak lanjut komitmen bersama pengentasan kemiskinan dan stunting di NTT, Kemendukbangga/BKKBN bersama Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Brawijaya (UB) membentuk KPT.
Ia menambahkan, program Presiden dan Wakil Presiden yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya menyasar anak sekolah, tetapi juga akan difokuskan pada ibu hamil, menyusui, dan balita yang sedang tidak menempuh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
“Pelaksanaan MBG di NTT juga akan fokus dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui, balita non-PAUD dengan kolaborasi. Kami mengerahkan para Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan para Tim Pendamping Keluarga (TPK),” ujar dia.
Ia menjelaskan, program tersebut akan dilaksanakan melalui Kampung Berkualitas yang sudah terbentuk sangat mapan dengan memastikan menu-menu dari pangan lokal dan hasil yang tepat sasaran.
“Semua program yang dilaksanakan untuk pengentasan kemiskinan dan stunting harus berdampak dan terukur, berapa jumlah anak stunting dan berapa jumlah penurunan anak yang stunting setelah dilakukan intervensi dalam program. Kita fokus pada prakonsepsi atau persiapan kesehatan sebelum kehamilan terjadi dan 1.000 Hari Pertama Kehidupan,” ucap Wihaji.
Sementara itu, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek Fauzan Adziman yang juga hadir dalam pertemuan tersebut membahas tentang pembangunan ekosistem di NTT melalui rencana aksi KPT.
“Penting untuk membangun ekosistem sehingga suatu provinsi bisa membangun dirinya sendiri. Konsep KPT di masa depan akan direplikasi di provinsi lainnya,” ujar Fauzan.
Beberapa program dalam KPT yang akan dilaksanakan di antaranya inovasi rekayasa sosial dan kelembagaan, inovasi kesehatan dan lingkungan, inovasi pengelolaan pangan lokal bergizi, inovasi produksi bahan pangan lokal bergizi, serta pengembangan dan keberlanjutan.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, angka prevalensi stunting di NTT masih 37,9 persen, terbilang sangat tinggi jika dibandingkan dengan angka prevalensi stunting nasional yaitu 21,5 persen.
Gubernur NTT pada kesempatan yang sama berharap segala upaya yang dilakukan dalam pengentasan stunting di NTT bisa berdampak dan terukur.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari