Menelan ingus atau dahak saat berpuasa, bagaimana hukumnya?

Jakarta (INFOSELEB) – Selama menjalankan ibadah puasa, umat Muslim diwajibkan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dalam menjalankan ibadah ini, setiap Muslim diharapkan menjaga diri dari segala sesuatu yang bisa mengurangi pahala puasa, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kebersihan tubuh dan kesehatan.
Namun, muncul pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai hukum menelan ingus atau dahak saat berpuasa. Apakah tindakan tersebut dapat membatalkan puasa? Perdebatan ini sering kali muncul karena adanya perbedaan pendapat di antara para ulama, yang didasarkan pada interpretasi dalil dan hukum fiqih yang berlaku.
Pasalnya, dahak dapat muncul akibat demam dan batuk atau kondisi kesehatan tertentu. Dari segi medis, mengeluarkan dahak lebih dianjurkan daripada menelannya kembali karena alasan kebersihan dan kesehatan. Namun, bagaimana hukum menelan ingus atau dahak saat berpuasa? Apakah hal tersebut dapat membatalkan puasa?
Mazhab Syafi’i menjelaskan bahwa hukum menelan ingus atau dahak saat berpuasa bergantung pada situasi yang menyertainya. Jika dahak sudah sampai di bagian luar tenggorokan dan seseorang mampu mengeluarkannya tetapi memilih untuk menelannya kembali, maka puasanya dianggap batal.
Namun, jika ingus atau dahak yang telah mencapai bagian luar tidak bisa dikeluarkan, misalnya karena terlalu cepat masuk kembali ke dalam atau tertelan tanpa disengaja, maka puasanya tetap sah. Dalam kondisi ini, seseorang tidak dianggap melakukan pelanggaran yang membatalkan puasa karena tidak ada unsur kesengajaan dalam menelannya.
Perincian mengenai hukum ini dijelaskan dalam kitab Kifayah al-Akhyar, yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Syafi’i. Kitab tersebut menegaskan bahwa perbedaan hukum ini bergantung pada ada atau tidaknya unsur kesengajaan dalam menelan ingus setelah mencapai bagian luar tenggorokan.
Terkait hukum mengeluarkan ingus dari bagian dalam (di bawah tenggorokan) ke bagian luar (di atas tenggorokan) secara sengaja, kemudian langsung membuangnya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa hal ini tidak membatalkan puasa karena merupakan kejadian yang umum terjadi saat berpuasa, sehingga tidak dianggap sebagai tindakan yang membatalkan ibadah tersebut.
Namun, ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa perbuatan ini dapat membatalkan puasa. Alasannya, tindakan tersebut dianggap serupa dengan sengaja mengeluarkan muntah, yang jelas membatalkan puasa. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa hukum terkait masalah ini masih menjadi bahan diskusi di kalangan ulama.
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap